Akankah Rupiah Terseok Ke Level 15.000, Dan Kapan Itu Terjadi?
Sebelumnya saya pernah membuat tulisan yang membeberkan bahwa rupiah akan terjebak dalam lingkaran setan finansial. Dan saat ini euforia masyarakat akan adanya perlambatan ekonomi, keraguan para investor dan spekulan, serta The Fed yang terus bertahan pada kegalauan untuk menaikan tingkat bunga, makin membuat rupiah kian terseok-seok.
September kali ini barangkali akan menjadi kenangan pahit bagi rupiah. Kali pertama Rupiah memasuki level 14.00 per US Dollarnya adalah saat awal september kemarin. Kini, dipenghujung bulan yang keramat ini Rupiah telah menembus level 14.684 (Sebagaimana dilansir dari Bloomberg) per US Dollar.
Sebuah angka yang cukup fantastis sekaligus mengenaskan tentunya. Fantastis bagi mereka yang income nya berupa Dollar yang saat ini cukup berbahagia, dan mengenaskan bagi orang-orang yang hanya meraup upah dari mata uang sekarat macam rupiah ini.
Meski ada pihak yang diuntungkan, namun melemahnya rupiah jelas akan menghantam berbagai sektor kehidupan. Dan Bukan hal yang tidak mungkin, dengan kondisi perekonomian yang babak belur seperti saat ini, Dollar akan sumringah melihat Rupiah tersungkur pada angka 15 ribu.
Padahal rasanya baru kemarin mata uang Endonesa ini berada pada angka 13 ribu. Jika rupiah memang benar-benar jatuh ke angka Rp 15 ribu, berarti terjadi penurunan sebesar 20% sepanjang 2014. Ini akan menjadi catatan kelam dan sebuah fakta pahit yang layak dipeluk dengan segumpal kesenduan.
Ini ibarat, di suatu pagi bos kita memanggil, dan bilang : hey, gajimu mulai bulan depan kami potong 20%. Pasti akan terjadi revolusi.
Dolar yang melambung memang pasti akan memukul banyak pelaku bisnis. Harga banyak bahan baku akan naik drastis, dan biaya produksi ikut melambung.
Anda sebagai konsumen juga akan merasakan “imported inflation” – naiknya harga barang-barang karena kenaikan kurs dolar. Harga makanan, sepeda motor, mobil, gadget, hingga harga rumah pasti akan merayap naik sejalan jatuhnya rupiah.
Bagi para karyawan dengan gaji pas-pasan, kejadian itu akan memberi pukulan yang lumayan perih. Gaji stagnan, daya belinya tergerus 20%, dan harga barang-barang terus naik. Alamaaak. Hidup kok susah bingitss.
Meski demikian, saya bukan seorang spekulan handal macam George Soros atau peramal ulung sekaliber Mama Lauren yang bisa dibilang mampu memprediksi probabilitas di masa mendatang.
Saya hanya melihat kemungkinan dan celah kecil yang akan terus membesar jika tidak disumbat dengan kebijakan mapan dan mumpuni. Saya percaya pemerintahan Jokowi akan berjuang setidaknya setengah mati untuk mereduksi kemungkinan terjadinya krisis.
Kegentingan ekonomi atau krisis ekonomi (bagi sebagian orang) yang oleh pak Presiden di sebut dengan perlambatan ekonomi, kiranya mampu di atasi pemerintah apalagi dengan hadirnya sosok Darmin Nasution sebagai Menko Ekonomi.
Meski banyak yang meragukan kapabilitas seorang Darmin Nasution atau tokoh-tokoh pilihan pemerintahan saat ini, saya kira itu merupakan tindakan yang ceroboh jika kita menginginkan terwujudnya Endonesa yang Gemah ripah loh jinawi (kekayaan alam yang berlimpah) toto tentrem karto raharjo (Keadaan yang tentram).
Sudahlah mari kita berhenti untuk saling menghujat dan mengkambing hitamkan pemerintah. Tidak ditengah kegentingan ekonomi, perlambatan, krisis, atau apalah sebutannya.
Rakyat menyalahkan pemerintah, pemerintah mencaplok rezim terdahulu, dan oposisi yang terus-terusan menghujat parlemen. Inilah skandal politik yang akan membumihanguskan perekonomian serta sendi-sendi kehidupan bangsa.
Diakui atau tidak, mulai terlihat bahwa rezim hari ini cenderung mempersalahkan masa lalu. Dengan cara halus maupun kasar. Warisan permasalahan ekonomi dijadikan alasan: Rasio Gini yang buruk, Balance of Payment jelek, current account deficit yang tak dikelola, pertumbuhan subsidi (yang didominasi BBM) selama 10 tahun terakhir naik 1165 persen, 52 persen jaringan irigasi rusak, biaya logistik yang sangat mahal hingga mencapai 24-27 persen, dan lain sebagainya.
Siapa lagi yang mereka persalahkan atas semua kondisi hancur lebur ini? Saya tidak ingin menulis Susilo Bambang Yudhoyono, tapi jari saya mengetik dengan lancarnya.
Namun bukan berarti era SBY tak ada kemajuan. Dengan memelihara subsidi BBM tinggi yang menjadi beban APBN misalnya, masyarakat tidak gaduh dan dapat bekerja tanpa direcoki berita-berita partai oposisi yang keras meminta BBM agar tidak naik. SBY juga sukses membangun 10 ribu MW pembangkit listrik baru, meningkatkan size APBN Indonesia hampir 400 persen dalam 10 tahun. Bukankah itu fantastis?
Walapun banyak sekali kebijakan yang bikin KZL di era SBY, ataupun kebijakan yang cenderung nyeleneh di Era Jokowi, sebaiknya tidak usah main salah-salahan. Nanti ujungnya kita menyalahkan founding fathers negeri ini mengapa Indonesia dimerdekakan; jangan-jangan kalau masih dikuasai Belanda, negeri ini lebih makmur. #Plak *Ditampar #Soekarno*
Sepanjang tonggak pemerintahan masih berjalan lurus dan tidak keluar jalur, maka sudah selayaknya kita sebagai rakyat untuk turut serta memberi andil berupa support dan doa agar rupiah lekas sembuh, misalnya. Atau agar pejabat-pejabat yang doyan bikin sensasi, suka selfie, dan jalan-jalan itu lekas sadar dan bertaubat. Pokoknya doa nya yang lurus-luruslah biar mabrur.
Duh jadi salah fokus gini yaa nulisnya. -_-
Gak apa-apa. Karena berbicara tentang dollar dan rupiah juga tidak terlepas dari obrolan ringan perpolitikan dengan berbagai gejolak dan skandal yang mewarnainya.
Jadi initinya kesinergian anggota parlemen dan berbagai elemen pemerintah serta langkah strategis yang akan mereka lakukan, merupakan hal yang paling ditunggu rakyat. Karena disitulah kunci paling krusial sekaligus menjadi Kartu AS yang belum dikeluarkan pemerintah. Tentunya untuk mengatasi perekonomian yang sakit dan rupiah yang sekarat ini.
Semoga saja pemerintah tidak salah dalam memperhitungkan kapan kartu AS berupa paket kebijakan ekonomi tersebut akan diterapkan. Karena jika muncul blunder dari pemerintahan, dan juga muncul kegaduhan demi kegaduhan di tanah air, maka angka keramat rupiah 15 ribu akan segera menantimu dengan senyum keindahan.
Akhir tahun 2015 akan menjadi momen yang paling ditunggu dan paling krusial karena akan menjadi ajang pembuktian apakah pemerintah berhasil mengeluarkan kartu-kartu terbaiknya ataukah gagal yang pada akhirnya akan membikin Rupiah bahkan tak sempat untuk sekedar merayakan dan menyambut Tahun Baru.
—Hope for the best and Prepare for the worst—