Menunggu Rupiah Menjemput Ajal
Bagi sebagian orang, melemah atau semakian lemahnya rupiah (bahasa pesimistis dua-duanya karena demikianlah adanya, jarang sekali ditemukan penguatan rupiah) bukanlah hal yang luar biasa. Bagi saya pun seperti itu. Tidak ada yang spesial dari melemahnya mata uang bangsa ini. Media saja yang terlalu ‘katro’ lantas menghebohkan sesuatu yang biasa-biasa saja.
Ya sebenarnya biasa aja sih, yang luar biasa itu kalo rupiah menguat. Tapi apa daya dan kekuatan, rupiah sudah “sakit-sakitan”, mulai menua, dan kemungkinan perlu di RESHUFFLE seperti kabinet itu. hehehe
Beberapa hari terakhir ini ada sejumlah peristiwa yang mengundang gelora tangan saya untuk sekedar menulis dan menuangkan ide-ide ‘komunis’ dalam bentuk tulisan. Ya, terkadang kita memang harus mengedepankan paradigma “kekirian” biar gak bego-bego amat diguncang dunia yang kian kejam dan berbau liberal ini
Saya lebih senang “action” ketimbang “bacot” itulah sebabnya saya lebih suka terobosan PBOC (People Bank Of China) ketimbang oknum finansial yang sukanya menunggu, menunggu, dan menunggu. Devaluasi Yuan oleh PBOC dua hari lalu benar-benar mengagetkan pasar uang global. Pertanyaannya kenapa Tiongkok melakukan devaluasi yuan?
Kenyataan pahit yang harus dihadapi Tiongkok adalah bahwa banyak perusahaan negara itu yang menghadapi masalah ekspor yang buruk dalam beberapa tahun terakhir. Perusahaan-perusahaan Tiongkok menghadapi persaingan regional untuk memasok dunia dengan banyak barang mulai dari baja mentah sampai lemari es, dan Yuan yang lebih rendah nilainya akan membuat ekspor Tiongkok lebih murah.
Disisi lain mata uang Yuan dan sederet hard currency (mata uang kuat) lainnya seperti dollar, poundsterling, dan yen berada pada posisi global yang terus mengalamai apresiasi pasar alias nilai nya naik. Hal ini tentunya tidak menguntungkan bagi Tiongkok karena dengan keadaan itu akan membuat ekspornya mahal dan pemasukan berkurang.
Sehingga satu-satunya cara adalah dengan melakukan devaluasi atau menurunkan nilai mata uang secara manual bukan karena faktor pasar. Ketika nilai Yuan di devaluasi maka otomatis harga produk ekspornya akan lebih murah. Hasilnya seperti apa?
Anda akan menemukan jutaan produk bertuliskan “made in China” berserakan di seantero dunia ini. HEBAT!
Lalu bagaimana dengan Amerika yang merupakan sesepuh dollar itu (sebelum kita menanyakan bagaimana nasib rupiah) ?
Marah, pastinya. Pihak Fed (Bank Sentral Amerika) harus berpikir ulang untuk melakukan kebijakan finansial. Kenapa? Dengan devaluasi yuan, pasar mata uang global banyak yang beralih ke dollar. Alhasil permintaan dollar meningkat, dan nilai dollar terus melambung tinggi.
Apa akibatnya?
Dengan kurs Dollar yang semakin tinggi, maka nilai ekspor amerika akan berkurang. Dan saya kira itulah kehebatan Tiongkok. Negeri ini mampu memindahkan penderitaannnya kepada Amerika. Sebuah permainan finansial global yang sangat berani, cerdik, dan tentunya SPEKTAKULER.
Lalu Rupiah? Sebuah pertanyaan bagus, tetapi sayang anda harus siap dengan kenyataan pahit. Kenapa?
Karena jangankan menjadi penonton dibalik “permainan” Yuan dan Dollar, Rupiah malah menjadi korban. Ini ibarat sudah jatuh dan tertimpa tangga pula. Tidak ikut dalam permainan, jadi penonton pun tidak, tapi malah jadi korban.
Fakta 1 : Kenyataan bahwa Dollar terapresiasi akan menyebabkan nilai tukar rupiah merosot tajam.
Fakta 2 : Kenyataan bahwa Yuan melemah dan ekspornya meningkat akan membuat Indonesia menjadi lautan produk Made In China
Fakta Gabungan : Rupiah menangis dan Berteriak, “Pak Reshuffle Aku, Aku Ndak Kuat!
Fakta yang membikin hati teriris sebagai masyarakat yang didompetnya hanya ada rupiah itupun recehan. Ironis!
Lalu bagaimana gejolak dalam negeri?
Diam-diam Dollar sudah tembus ke angka Rp 13.800. Sebuah realitas pahit yang akan terus membayang. Tren perkembangan satu bulan belakangan yang semarak telah membuat pasar panik, dan pelan-pelan membuat nilai rupiah kian siap dijemput Malaikat Maut.
Jika tren ini terus berlangsung, sejumlah analis bisnis menyebut rupiah bisa kolaps ke angka Rp 14 ribu. Sebuah angka yang layak memicu kegalauan dan membikin hati pedih.
Kenyataannya, Dollar dan Rupiah sama-sama bereaksi dan kaget terhadap devaluasi Yuan. Tapi dengan kelas mata uang yang berbeda otomatis akan menghasilkan reaksi yang berbeda pula. Dollar kagetnya ke atas alias naik, sedangkan rupiah kagetnya ke bawah alias merosot. Kekagetan Rupiah sejalan dengan kekagetan Thomas Lembong ketika ditunjuk menjadi kemenag. Keduanya sama, baik Thomas maupun Rupiah harus benar-benar siap menghadapi gejolak pasar global dan tentunya amanat Presiden dan undang-undang. Tapi saya kira pak Thomas tidak harus mengikuti jejak Rupiah yang kagetnya “ke bawah”.
Lalu seperti apa wajah rupiah saat ini? Jangan tanyakan padaku. Aku tak peduli mau melemah atau menguat toh dompet mahasiwa gitu-gitu aja isinya, gak ada yang berubah. Tanyakan pada Menko Keuangan dan jajaran deputi BI.
“Rupiah masih aman, terkendali, dan siap 86”, begitu kira-kira ungkapan bapak Mardiasmo sebagai wakil menteri keuangan yang memang harus mengurusi keuangan dan bukan uang-uangan. Tapi apa iya rupiah masih aman?
Saya kira pemerintah menilai tingkat keamanan rupiah dari sudut pandang isi dompet mereka dan bukan isi dompet rakyat apalagi saya. Rupiah menembus angka paling buruk semenjak krisis 98 dan katanya masih aman. Angka 13.8000 adalah angka aman. Lalu angka berapa yang tidak aman, 14.000 atau berapa?
Yasudah mungkin Rupiah masih aman, karena di jaman rezim the smiling general rupiah menembus angka 17.000 ribu per US Dollarnya, kecuali rupiah bisa capai 18.000 ribu baru tidak aman, karena sudah melebihi jaman orde baru itu, ya kan?
Mungkin Rupiah memang harus dijemput maut biar gak menahan sakit dan kanker berkepanjangan. Kasian dia, bahkan negeri ini tak bisa menghasilkan dokter-dokter finansial yang mampu mengobatinya.
Kenyataannya, sampai dengan saat ini pemerintah masih harus menunggu. Entah apa yang ditunggu. Rakyat pun ikut-ikutan menunggu, sembari rupiah berbaring sakit dan menunggu serta berdoa agar malaikat maut segera datang.
Ah, ngerinya ditinggal di negeri yang penuh dengan penantian seperti ini. Rasanya aku ingin di RESHUFFLE saja, tak sanggup menjadi rakyat yang hanya menunggu. RESHUFFLE AKU PAK!
Sekian, wassalam!